Bagaimana sebuah Brand dapat bertahan di tengah tekanan persaingan dan ketidakpastian ekonomi global? Tulisan kami sebelumnya menyatakan begitu penting membentuk FUN Energy sebuah Brand dengan ke tiga unsurnya: Humanity, Art, dan Technology. Kali ini kita membahas unsur pertama: Humanity.

Apa yang membedakan seorang manusia dengan yang lainnya? Tentu saja tidak cukup nama atau karakteristik fisik seseorang. Kita mengenal peranan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sebagai pembeda yang paling unik. Menariknya, fungsi DNA yang memuat gen berisi informasi biologis tidak hanya sebagai pembeda identitas. Craig Venter seorang pelopor penelitian gen mengungkapkan hasil penelitiannya yang cukup mengejutkan.  “Kenali DNA seseorang, maka kita dapat memprediksi kesehatan seseorang tersebut di masa depan.”  Sesehat apa nantinya, penyakit apa yang rentan diidap seseorang, dan seseorang memiliki resiko meninggal karena penyakit apa.  Bahkan resiko pada bayi yang belum lahir pun dapat diprediksi dengan mengenal DNA nya!

Penelitian tersebut dilakukan di Islandia. Negara yang cuma berpenduduk sekitar 300 ribu jiwa tersebut, dikenal sebagai negara tempat orang yang hidupnya terlama di dunia. DNA tak cuma memberitahu warna rambut, bentuk mata kita dan sebagai nya, namun  juga mengatur bagaimana kita merespon lingkungan kita.  Misal: seseorang dengan Dopamine ekstra penerima 4 gen, suka melakukan aktivitas yang beresiko. Jadi jangan heran jika di masa depan kebanyakan orang akan memilih pasangan hidupnya berdasarkan informasi dari karakter DNA. Hal yang juga sangat berharga jika kita dapat membaca cetak biru calon bayi kita. DNA memegang rahasia masa depan dan kekuasaan mengelolanya.

Mampukah kita memprediksi kesehatan sebuah perusahaan? Bagi perusahaan sendiri,  DNA adalah nilai-nilai yang diwariskan oleh business owner kepada organisasi dan seluruh karyawannya. Untuk dapat bertahan dan berkembang dengan baik,  kita harus menyadari bahwa sebuah brand harus dikenali DNA nya. Brand tidak hanya berarti nama merk yang unik, dan karakter fisik dari perusahaannya. Namun nilai-nilai apa yang menghidupi brand tersebut dan mewarnai cara berpikir dan bertindak para pemiliknya, Jika kita menyadari hal ini, maka kita harusnya tidak terlalu terkejut dengan beberapa kejatuhan perusahaan raksasa.

Tahun 2001, Enron Corporation sebuah perusahaan energi terkemuka di dunia mengalami kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis Amerika sepanjang masa saat itu.  Hal yang dipicu dari berkembangnya DNA perusahaan yang mentolerir manajemen Enron melakukan window dressing, memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya tampak hebat.  Perusahaan yang akhirnya menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. Di tahun 2008, kembali dunia dihebohkan dengan kehancuran Bank Lehman Brothers, yang nilai asetnya 1.56 x lebih besar dari Enron.   Bank investasi terbesar dalam bidang penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) sebagai penjamin hampir separuh dari total kredit perumahan di AS, ternyata dipenuhi dengan karyawan-karyawan yang cerdik, agresif namun licik.

Ibarat sistematika DNA dalam diri manusia, maka sebuah brand harus memiliki values (nilai-nilai). Nilai-nilai tersebut bukan saja unik, namun juga cocok bagi karyawan dan pelanggannya. Nilai-nilai yang tidak bisa dipaksakan, namun memang harus dibeli dengan ikhlas oleh karyawan dan pelanggannya. Jika manusia tidak mungkin mempunyai  DNA yang berbeda dengan DNA orang tuanya, perusahaan dapat perlahan-lahan kehilangan “identitasnya” dan melenceng dari DNA yang diturunkan oleh founder-nya.  Karena itu DNA di sebuah perusahaan harus terinternalisasi dengan baik hingga membentuk antibodi yang kuat bagi perusahaan dalam bentuk budaya perusahaan (corporate culture). Tahan terhadap virus dan diturunkan dari waktu ke waktu tanpa kehilangan jati dirinya.

Brand bagi perusahaan, tidak terlepas dari sisi pelaku (human) nya. Mereka lah yang membentuk DNA nya. Manusia bukan robot, ia tidak bisa diprogram. Ia harus diberi keleluasaan mengenal, menerima dan akhirnya mencintai dan loyal terhadap DNA dari Brand tersebut. Dengan cara itulah Brand akan tetap hidup, dan memiliki energi yang membentuk hubungan emosional dan rasional baik bagi para pelaku bisnis, karyawan dan pelanggannya.

Hidup penuh dengan ketidakpastian. Demikian juga bisnis. Namun dengan ‘menghidupi’ DNA Brand nya, bukankah kita mampu memprediksi masa depan kita yang lebih ceria? Seperti lirik lagu Bob Marley “One love, one heart, one destiny.”